Film Tentang Pahlawan Indonesia
pahlawan-indonesia– Setiap tanggal 10 November kita memperingati Hari Pahlawan untuk mengenang jasa-jasa para pahlawan Indonesia yang telah gugur. Ada banyak cara untuk memperingati Hari Pahlawan, salah satunya dengan menyaksikan kembali film yang menceritakan kisah perjuangan yang telah dilakukan para pahlawan. Berikut ini beberapa film yang menceritakan kisah pahlawan dan perjuangannya untuk bangsa Indonesia.
Film Indonesia Tentang Perjuangan Pahlawan Indonesia.
Tjoet Nja’ Dhien (1988).
“Tjoet Nja’ Dhien” merupakan sebuah film biografi garapan sutradara Eros Drajot yang mengisahkan tentang perjuangan Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan Belanda pada masa Perang Aceh.
Dibintangi oleh aktris senior Christine Hakim sebagai Tjoet Nja’ Dhien, Slamet Rahardjo sebagai Teuku Umar, Rudy Wowor sebagai Captain Veltman dan masih banyak lagi pemain lainnya. Film ini berhasil memenangkan Piala Citra sebagai Film Terbaik dalam Festival Film Indonesia 1988.
Merah Putih (2009).
Film “Merah Putih” ini merupakan bagian pertama dari rangkaian film “Trilogi Merdeka”. Sebuah karya garapan Yadi Sugandi ini dirilis menjelang hari kemerdekaan Indonesia dengan semboyan “Untuk merdeka mereka bersatu”.
Mengisahkan peristiwa Agresi Militer Belanda 1 yang terjadi pada tahun 1947 setelah Indonesia merdeka. Berkolaborasi dengan rumah produksi nasional dan internasional. Dibintangi oleh Donny Alamsyah, Darius Sinathrya, Lukman Sardi, Teuku Rifnu Wikana.
Guru Besar: Tjokroaminoto (2015).
Film yang disutradarai oleh Garin Nugroho ini merupakan film yang mengisahkan tentang perjuangan Tjokroaminoto, seorang guru bangsa yang tidak pernah berhenti berjuang untuk pribumi agar senantiasa mendapatkan hak untuk menimba ilmu yang sejajar di bumi Indonesia tercinta.
SOEKARNO (2013).
Film yang mengusung genre drama ini merupakan sebuah karya garapan sutradara Hanung Bramantyo yang menceritakan tentang kisah tokoh Soekarno. Film ini berlatar pada masa awal perjuangan Bung Karno dalam memperjuangkan kemerdekaan RI.
Aktor kenamaan Indonesia seperti Ario Bayu berperan sebagai tokoh Soekarno, sedangkan Lukman Sardi memerankan tokoh Moh. Hatta. Selain itu,kamu juga bisa melihat peran Maudy Koesnaedi dan Tika Bravanti di dalam film ini.
Sang Kiai (2013).
Film kolosal yang produksi oleh Rapi Film ini mengangkat kisah hidup seorang tokoh muslim KH Hasyim Asy’ari, beliau merupakan seorang ulama karismatik yang merupakan salah satu tokoh kunci kemerdekaan Indonesia. Film yang sarat dengan unsur komedi ini disutradari oleh Rako Prijanto serta dibintangi juga oleh aktor dan aktris kenamaan tanah air lainnya seperti Christine Hakim, Ikranagara, dan Agus Kuncoro.
Jenderal Sudirman (2015).
Disutradarai oleh Viva Westi, film ini mengisahkan tentang perjuangan Jenderal Sudirman saat menghadapi serangan Agresi Militer ke II Belanda. Dalam film ini juga terdapat beberapa tokoh besar lainnya seperti Soekarno, Moh. Hatta, Tjokropranolo, dan Tan Malaka yang berperan dalam membantu perjuangan sang tokoh utama.
Soegija (2012).
Film ini mengisahkan tentang sepenggal kehidupan seorang Uskup danaba bernama Albertus Soegijapranata SJ. Disutradari oleh Garin Nugroho, film ini memiliki pesan yang sangat relevan bagi kehidupan di masa sekarang. Mengangkat isu intoleransi yang sudah sejak lama menjadi persoalan besar di negara Indonesia. Membuat film Ini wajib ditonton!.
Kartini (2017).
Film besutan sutradara Hanung Bramantyo ini menceritakan tentang perjalanan hidup tokoh Kartini yang merupakan pejuang emansipasi wanita Indonesia. Film ini juga menceritakan juga tentang perjuangan Kartini dalam mendirikan sekolah dan lapangan pekerjaan untuk masyarakat di daerahnya. Sosok Kartini dalam film ini diperankan oleh aktris Aktris cantik Dian Sastrowardoyo.
Wage (2017).
Film ini menceritakan tentang perjuangan pahlawan Indonesia Wage. Kisah kehidupan seorang Wage Rudofl Soepratman yang juga merupakan seorang pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya. Film ini di garap oleh seorang sutradara kenamaan Indonesia John De Rantau yang mencoba menunjukan sisi baru dari Wage Rudofl Soepratman yang tidak banyak diketahui oleh orang lain.
Toha, Pahlawan Bandung Selatan (1961).
Film ini mengisahkan kepahlawanan Mochamad Toha yang berhasil meledakkan sebuah gudang mesiu Belanda yang berada di Bandung, hingga pertahanan Belanda lumpuh. Kisahnya diawali dengan penggambaran situasi masyarakat Bandung pada saat peralihan kekuasaan dari Jepang ke Belanda yang didukung Inggris, sementara Indonesia sudah menyatakan kemerdekaannya.
Dalam situasi tersebut munculah tokoh Toha, yang digambarkan sebagai manusia biasa. Ia melihat ketidakadilan dan penindasan, tetapi ia juga terlibat dalam sebuah percintaan. Motivasi mana yang lebih menonjol yang membuat Toha berani mengorbankan dirinya untuk melakukan sebuah tindakan. Film ini disutradarai dan ditulis sendiri oleh Usmar Ismail.
Pahlawan Gua Selarong (1972).
Berawal dari kecemasan P. Diponegoro (Ratno Timoer), karena tindakan patih Danurejo (Kusno Sudjarwadi) yang mengakibatkan rakyat sengsara, karena pajak dinaikkan dan tindakan lainnya. Diponegoro akhirnya keluar dari kraton dan bergabung dengan Sentot Alibasyah Prawirodirjo (Imam Sutrisno). Tekanan semakin tak tertahan, karena tanah milik Diponegoro di Tegalrejo dipatok untuk membuat jalan. Bahkan rumahnya juga dibakar.
Akhirnya Diponegoro dan pengikutnya mengungsi ke Goa Selarong. Dari sinilah perlawanan terhadap Belanda dimulai. Kisahnya berakhir dalam sebuah perang yang dimenangkan oleh Diponegoro. Film ini ingin menunjukkan patriotisme sang pahlawan. Film ini disutradarai oleh Lilik Sudjio.
Tapak-tapak Kaki Wolter Monginsidi (1982).
Wolter Monginsidi harus merasakan panasnya timah peluru di usianya ke-24 akibat melawan penjajah Belanda di Sulawesi Selatan. Nama Wolter Monginsidi sebagai pahlawan pun tidak hanya bergaung dari film itu saja, tetapi juga menjadi kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan. Dia adalah pemuda Minasaha. Wolter Monginsidi terlahir dari suku Bantik.
Perlawanannya sangat gigih untuk berjuang melawan Belanda. Sayangnya usianya sangat muda untuk meregang nyawa. Di usia 24 tahun, Wolter Monginsidi dieksekusi mati oleh penjajah pada 5 September 1949. Dan, warga suku Bantik sangat menghormatinya dengan cara merayakan Festival Seni Budaya Bantik di 11 pemukiman di Manado. Film Tapak-Tapak Kaki Wolter Monginsidi diangkat untuk mengenang itu semua. Film ini disutradarai oleh Frank Rorimpandey dan Achiel Nasrun. Penulis skenarionya adalah Putu Wijaya, Tim Angsa Gading Film, dan S Sinansari Ecip.
Film ini turut didukung oleh artis kawakan. Mereka adalah Roy Marten, Tari Setiyono, Farouk Afero, Charlie Sahetapy, dan Ray Sahetapy. Film berdurasi 2 jam 11 menit ini diproduksi oleh PT Angsa Gading Film dan tayang pertama kali di tahun 1982.
Sinopsis.
Alkisah di Sulawasi Selatan hidup seorang pemuda penuh semangat bernama Wolter Monginsidi. Dia dikenal memiliki paras yang tampan dan flamboyan. Di usianya yang masih muda, dia memiliki sifat yang kadang suka nekat. Monginsidi juga tampak agak emosional. Apalagi jika melihat sepak terjang penjajah Belanda yang semena-mena terhadap masyarakat, jiwanya seakan ingin memberontak. Dan, dengan aksi nekatnya pun pasukan Belanda sering diganggunya bersama-sama dengan pasukannya. Penjajah makin gerah dengan tingkah polah Monginsidi. Dia dan pasukannya akhirnya diperangi.
Namun memang tidak mudah bagi Belanda untuk mendapatkannya karena terjadi perlawanan. Sayangnya, Monginsidi tertangkap juga. Melihat anak kesayangan dalam tahanan, sang ayah merasa sedih dan iba. Ayah dari Monginsidi mencoba meminta ampunan penjajah bagi puteranya itu. Sang ayah memintanya untuk menandatangani surat pemintaan grasi. Hanya saja, sebenarnya itu semua merupakan tipu muslihat Belanda, Dan, ujungnya bukan berupa pengampunan, melainkan hukuman mati dengan tembakan.
Sang Pencerah (2010).
Mengangkat kisah nyata, Sang Pencerah bercerita tentang perjuangan Ahmad Dahlan dalam mendirikan organisasi Islam Muhammadiyah pada abad ke-19.
Sang Pencerah mengisahkan Darwis yang pergi haji dan belajar agama Islam. Kembali dari Mekkah, Darwis mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan (Lukman Sardi) dan mulai memberikan ajaran Islam, membuka sekolah, hingga mendirikan masjid. Melihat pergerakan Dahlan, timbul penolakan dari masyarakat yang menilai Dahlan menyebarkan ajaran sesat.
Namun, istri Ahmad Dahlan, Siti Walidah (Zaskia Adya Mecca), bersama murid-muridnya tak menyerah.
GIE (2005).
Film “Gie” merupakan film yang diadaptasi oleh buku “Catatan Seorang Demonstran” karya Soe Hok Gie. Soe Hok Gie merupakan mahasiswa Universitas Indonesia yang dikenal sebagai demonstran dan pecinta alam. Seperti apa kisahnya dalam film? Berikut sinopsis film Gie yang tayang perdana di tahun 2005 ini.
Sosok Soe Hok Gie diperankan oleh Nicholas Saputra. Selain itu terdapat beberapa aktor dan aktris yang tergabung dalam film ini seperti Lukman Sardi, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Jonathan Mulia, Christian Audi, dan Thomas Nawilis.
Film ini disutradarai oleh Riri Riza dan diproduseri oleh Mira Lesmana. Gie rilis pertama kali pada tahun 2005.
Kisah Seorang Demonstran.
Soe Hok Gie merupakan seorang aktivis mahasiswa yang lahir di keluarga keturunan Tionghoa dan menjalani kehidupan sederhana di Jakarta. Gie merupakan sosok yang jujur dan tidak kenal kompromi.
Sejak usia remaja, Gie memiliki ketertarikan dengan konsep-konsep idealis yang dipaparkan oleh intelek-intelek kelas dunia. Ia memiliki semangat perjuangan dan rasa cintanya kepada Indonesia yang membentuk dirinya sebagai pribadi yang tidak toleran terhadap ketidakadilan. Hal ini membuat dirinya berjuang melawan rezim yang berkuasa saat itu, pada masa Presiden Soekarno. Ia menulis artikel yang berisikan kritikan terhadap pemerintah.
Sejak saat itu, dirinya mendapatkan teror dari berbagai pihak. Gie berjuang hingga runtuhnya kekuasaan Presiden Soekarno yang kemudian digantikan oleh rezim baru dibawahi oleh Presiden Soeharto. Gie kecewa setelah mengetahui temannya yang bernama Tan Tjin Han terlibat dengan PKI dan Gie mendesaknya untuk meninggalkan PKI dan bersembunyi. Namun hal terjadi dengan Tan Tjin Han yang terbunuh dalam pembantaian orang yang dituduh komunis.
Di balik perjuangan Gie menentang rezim kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru, Gie merupakan seseorang yang mencintai alam. Ia diketahui merupakan pendiri dari Mapala UI yang sering kali mendaki gunung. Soe Hok Gie mengembuskan nafas terakhirnya ketika dirinya sedang mendaki Gunung Semeru.
Film Gie mendapatkan penghargaan pada Piala Citra Festival Film Indonesia 2005 dengan sebelas penghargaan yang termasuk dalam Film Bioskop Terbaik, Pengarah Sinematografi Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Sutradara Terbaik, dan masih banyak lainnya.
KADET 1947.
Kisah dalam Kadet 1947 berfokus pada aksi heroik tujuh calon perwira dalam operasi pengeboman di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa. Mereka adalah Sutardjo Sigit (Baskara Mahendra), Mulyono (Kevin Julio), Suharnoko Harbani (Ajil Ditto), Bambang Saptoadji (Samo Rafael), Sutardjo (Wafda Saifan), Kapoet (Fajar Nugra), dan Dulrachman (Chicco Kurniawan). Saat itu, Perang Dunia II baru saja berakhir dan Belanda kembali berusaha merebut kekuasaan dari tangan Indonesia.
Langkah ini kembali menimbulkan gejolak di berbagai penjuru tanah air, terutama di tiga daerah yang dikenal sebagai lokasi markas Belanda. Pada 1947, pesawat udara Belanda mulai membombardir beberapa sarana publik vital milik Indonesia. TNI AU pun segera melancarkan aksi balasan melalui operasi udara di Semarang, Salatiga, dan Ambarawa menggunakan 300 kg bom.
Saat konflik kian memanas, Sutardjo Sigit, Mulyono, Suharnoko, serta keempat rekan mereka saling bahu-membahu untuk mempertahankan sebuah lokasi pangkalan udara. Meski belum menguasai medan, tujuh kadet muda ini mengerahkan segenap tenaga demi membantu tentara Republik Indonesia.