Pramoedya Ananta Toer merupakan salah satu satrawan kebanggaan Indonesia. Lahir di Blora 6 Februari 1925, Pram telah menghasilkan lebih dari 50 karya sastra berupa novel yang sudah diterbitkan ke dalam 41 bahasa di dunia. Tidakhanya itu, novel-novel Pram bahkan menjadi buku yang harus dibaca dan menjadi bahan pengajaran yang wajib sekolah-sekolah dan universitas luar negeri.
Karya-karya Pramoedya Ananta Toer sering kali bernafaskan humanisme universal, mengungkap persoalan dan pemikiran pada zamannya yang relevan dengan kehidupan zaman sekarang.
1. Bumi Manusia.
Bumi Manusia adalah novel pertama dari tetralogi Pulau Buru. Novel ini membawa pesan mendalam bagi kemanusiaan. Melalui tokoh Minke di dalamnya, Pramoedya Ananta Toer mencoba untuk menggambarkan ketidakadilan yang terjadi pada bangsanya.
Selain Minke, ada juga tokoh Nyai Ontosoroh, Pram juga menceritakan penderitaan yang dialami oleh kaum perempuan dalam budaya patriarki Jawa yang harus dilawan. Pada tahun 1981 novel ini sempat dilarang beredar oleh Kejaksaan Agung, karena dianggap sudah menyebarkan propaganda ajaran Marxisme dan Komunisme.
2. Jejak Langkah.
Novel ini merupakan buku ketiga dari tetralogi Pulau Buru yang berisikan tentang kisah pelik kehidupan manusia Indonesia pada masa kolonialisme. Minke, tokoh dalam tetralogi Pram tak memilih melakukan perlawanan dengan menggunakan senjata, namun dirinya lebih memilih jurnalistik sebagai alat perang, Minke membuat sebanyak-banyaknya bacaan untuk rakyat pribumi.
Tiga hal yang selalu disuarakan Minke dalam novel ini adalah berorganisasi, meningkatkan boikot dan menghapuskan kebudayaan feodalistik. Kutipan dari novel ini yang paling menarik adalah “Didiklah rakyat dengan organisasi dan didiklah penguasa dengan perlawanan”.
3. Gadis Pantai.
Gadis Pantai juga merupakan novel karya Pramoedya Ananta Toer yang berusaha mencoba membongkar tradisi feodalisme Jawa yang sarat dengan ketidakadilan bagi kaum perempuan. Perempuan selalu ditempatkan dalam posisi yang paling bawah dalam buaya patriarki Jawa. Si gadis pantai sendiri merupakan gambaran kasar tentang nenek dari Pram, yang diusir dari rumah Bendoro dan mencoba untuk hidup mandiri.
4. Arok Dedes.
Arok Dedes menjadi novel keempat karya Pramoedya Ananta toer yang paling banyak diulas oleh para pembacanya. Novel ini menceritakan tentang sejarah perlawanan dan pemberontakan seorang Ken Arok terhadap pemerintahan Akuwu Tumampel, Tunggul Ametung.
Kisah Arok Dedes dianggap sebagai kisah kudeta pertama yang ada dalam sejarah Indonesia. Kudeta unik yang dikemas ala Jawa, penuh dengan rekayasa, kelicikan, yang punya siasat menjadi orang terhormat, lempar batu sembunyi tangan, yang tak terlibat malah ditumpas sampai tamat.
5. Arus Balik.
Jika kamu penggemar novel yang berlatar sejarah, Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer ini bisa menjadi bacaan yang paling asik untuk kamu. Novel setebal 760 halaman ini menceritakan tentang Nusantara pada masa kejayaannya.
Pada zaman Majapahit, Nusantara merupakan kesatuan maritim dan kerajaan laut yang terbesar di dunia. Arus bergerak, manusianya, kapal-kapalnya, cita-citanya, tapi zaman kemudian berubah, dan arus berbalik, utara akhirnya menguasai selatan, menguasai urat nadi kehidupan Nusantara. Perpecahan dan kekalahan seolah menjadi bagian dari Nusantara yang beruntun dan tiada hentinya hingga saat ini.
6. Larasati.
Larasati merupakan novel ke-enam yang di tulis oleh Pramoedya Ananta Toer paling banyak diulas juga. Novel ini bercerita tentang kisah revolusi pada masa perjuangan bersenjata antara tahun 1945 – 1950, tentang para pahlawanan yang sejati dan munafik.
Novel ini dianggap sebagai potret jujur gaya Pramoedya Ananta Toer tentang dua hal yang berbeda, tentang kebesaran dan kekerdilan, kekuatan dan kelemahan sebagian orang. Menggunakan tokoh utama perempuan, Pram mencoba mendokumentasikan sejarah di Indonesia dengan bernas, jujur, dan apa adanya melalui fiksi.
7. Nyanyi Sunyi Seorang Bisu.
Saat berada di Pulau Buru dan diizinkan untuk menulis, Pram selalu menuliskan surat yang ingin ia diberikan kepada putrinya. Sayangnya, surat tersebut tidak bisa keluar dan tidak pernah tersampaikan.
Dari tulisan-tulisan tersebutlah, buku Nyanyi Sunyi Seorang Bisu lahir di tahun 1995. Di buku tersebut, dituliskan pram sebagaimana keluh kesah dan pandangannya mengenai kehidupan di Pulau Buru.
8. Bukan Pasar Malam.
Perjalanan seorang anak revolusi yang pulang ke kampungnya karena sang ayah jatuh sakit. Dari perjalanan itu, terungkap beberapa potong puing dari gejolak hati yang tak pernah dianggap dalam gebyar-gebyar revolusi. Buku ini mengisahkan sebagaimana keperwiraan seseorang dalam revolusi yang pada akhirnya melunak ketika dihadapkan pada kenyataan kehidupan sehari-hari, ia menemukan ayahnya yang merupakan seorang guru penuh bakti tergolek sakit karena TBC, kehidupan keluarganya yang miskin, rumah tuanya yang sudah tidak layak, serta menghadapi istri yang cerewet. Potongan-potongan kisah itu diungkapkan dengan sisa-sisa kekuatan, dalam jiwa seorang mantan tentara muda revolusi yang begitu idealis. Melalui penuturan yang sederhana dan fokus, tokoh “aku” dalam novel ini tidak hanya mengritik kekerdilan dirinya sendiri, tetapi juga menunjuk muka para jendral dan pembesar negeri pascakemerdekaan yang hanya asyik mengurus dan memperkaya diri sendiri.
9. Midah, Si Manis Bergigi Emas.
Midah, berasal dari keluarga terpandang dan beragama. Karena adanya ketidakadilan di dalam rumah, ia memilih kabur kemudian terhempas di tengah jalanan Jakarta tahun 50-an yang cukup ganas. Ia hadir sebagai orang yang tak mudah menyerah dengan nasib hidupnya, meskipun ia hanya seorang penyanyi dengan panggilan “si manis bergigi emas” dalam sebuah kelompok pengamen keliling yang berpindah dari satu resto ke resto lain, bahkan dari pintu ke pintu rumah warga. Dalam kondisi hamil tua, Midah memang tampak begitu kelelahan. Tapi ia tidak menyerah pada kelelahannya. Kisah kehidupan jalanan yang liar dan ganas harus tetap dilaluinya. Dan pada akhirnya Midah memang kalah (secara moral) dalam pertaruhan hidup tersebut.
10. Rumah Kaca.
Jacques Pangemanann, merupakan seorang komisaris polisi Hindia Belanda yang berdarah Minahasa dalam memberantas kelompok Si Pitung membuatnya menjadi ditugaskan untuk memata-matai aktivitas Minke. Tugas inilah yang membuat Jacques Pangemanann menjadi sosok yang paling bertanggung jawab dibalik pembuangan Minke ke pulau terpencil di Maluku Utara. Buku ini berisi detail dari aktivitas Pangemanann saat ia memata-matai Minke sebelum, saat dan sesudah diasingkan ke Maluku Utara. Dalam buku ini juga, ditemukan detail sejarah yang terkait dengan pembunuhan seorang wanita tuna susila kelas atas bernama Fientje de Fenicks atau Rientje de Roo pada masa itu.
11. Cerita Calon Arang.
Cerita Calon Arang berkisah tentang kehidupan seorang perempuan tua yang jahat. Seorang perempuan tua yang memiliki teluh hitam dan penghisap darah manusia. Pongah, Semua-mua lawan politiknya dihabisi. Yang mengkritiknya juga ikut dihabisi. Ia gemar menganiaya sesama manusia, merampas, membunuh dan menyakiti. Ia juga memiliki banyak ilmu ajaib untuk membunuh orang.
Murid-muridnya dipaksa untuk berkeramas dengan darah manusia. Jika sedang berpesta, mereka tak ubahnya seperti sekawanan binatang buas, sampai takut orang melihatnya. Tapi kejahatan ini pada akhirnya bisa ditumpas dengan tangan jejari kebaikan dalam operasi terpadu yang dipimpin oleh Empu Baradah.
Empu ini bisa mengembalikan kehidupan masyarakat yang gonjang-ganjing menuju ke jalan yang benar sehingga hidup bisa lebih baik dan lebih tenang, tidak lagi dibuat permainan oleh segala macam kejahatan.