Makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma: Menelusuri Akar Persatuan Bangsa
Pernahkah kamu bertanya-tanya, dari mana asal usul semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”? Frasa ikonik ini, yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu,” telah menjadi identitas bangsa Indonesia sejak lama. Menariknya, makna Bhinneka Tunggal Ika bukan sekadar slogan kosong, tetapi memiliki akar sejarah dan filosofi yang mendalam. Dalam artikel ini, kita akan menyelami makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma, sebuah karya sastra Jawa Kuno yang menjadi sumber inspirasi semboyan tersebut.
Makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma
Kitab Sutasoma, karangan Mpu Tantular di masa kejayaan Majapahit pada abad ke-14, menyimpan bait-bait berharga yang mengandung makna Bhinneka Tunggal Ika. Salah satu bait yang terkenal adalah:
“Tan hana dharma mangrwa, dharma nugraha ring hyang widhi wisesa, moksa lan sukha, iku pan arthaneka, dharma yatha widhi wisesa.”
Bait ini mengandung makna bahwa tidak ada dharma yang terpecah-pecah, melainkan dharma yang dianugerahkan oleh Hyang Widhi Wisesa untuk mencapai moksa dan kebahagiaan. Dharma yang dimaksud di sini dapat dimaknai sebagai ajaran kebaikan dan kebenaran yang universal, melampaui perbedaan agama, kepercayaan, dan budaya.
Lebih dalam dengan Mpu Tantular dan Sutasoma:
Mpu Tantular, seorang penyair dan pujangga ternama di era Majapahit, dikenal sebagai pengarang Kitab Sutasoma. Karya sastra ini menceritakan kisah perjalanan spiritual Raja Sutasoma dalam mencari moksa. Dalam perjalanannya, Raja Sutasoma bertemu dengan berbagai tokoh dan agama, seperti Buddha, Hindu, dan Islam.
Pengalaman inilah yang kemudian menginspirasi Mpu Tantular untuk menulis bait-bait tentang Bhinneka Tunggal Ika. Beliau melihat bahwa meskipun terdapat perbedaan keyakinan dan tradisi, namun semua agama pada hakikatnya memiliki tujuan yang sama, yaitu membawa manusia menuju kebahagiaan.
Bhinneka Tunggal Ika: Keberagaman dalam Kesatuan
Mpu Tantular menggunakan istilah “Bhinna ika tan hana dharma mangrwa” untuk menggambarkan keberagaman yang tidak terpecah-belah. Beliau menekankan bahwa meskipun terdapat perbedaan dalam agama, kepercayaan, dan budaya, namun semuanya berakar pada satu tujuan, yaitu mencapai moksa dan kebahagiaan.
Konsep Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma bukan hanya tentang toleransi antar umat beragama, tetapi juga tentang persatuan bangsa. Mpu Tantular mengingatkan kita bahwa meskipun berbeda-beda, kita semua adalah bagian dari satu kesatuan, yaitu bangsa Indonesia.
Contoh Nyata Bhinneka Tunggal Ika dalam Kehidupan Sehari-hari:
Keberagaman budaya dan tradisi Indonesia dapat kita lihat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti:
- Upacara adat: Setiap daerah di Indonesia memiliki upacara adatnya sendiri, seperti Tari Kecak di Bali, Rambu Solo’ di Toraja, dan Sekaten di Yogyakarta.
- Rumah adat: Bentuk dan gaya arsitektur rumah adat di Indonesia berbeda-beda, seperti rumah Gadang di Minangkabau, rumah Honai di Papua, dan rumah Limas di Jawa.
- Pakaian adat: Pakaian adat di Indonesia memiliki ciri khasnya masing-masing, seperti Batik di Jawa, Ulos di Sumatera Utara, dan Songket di Palembang.
- Makanan tradisional: Setiap daerah di Indonesia memiliki makanan tradisionalnya sendiri, seperti Rendang dari Sumatera Barat, Nasi Goreng dari Jawa, dan Papeda dari Papua.
Meskipun berbeda-beda, semua kekayaan budaya dan tradisi ini merupakan bagian dari identitas bangsa Indonesia dan harus dilestarikan.
Aktualisasi Makna Bhinneka Tunggal Ika di Masa Kini
Di era modern ini, makna Bhinneka Tunggal Ika semakin relevan untuk meneguhkan persatuan bangsa di tengah gejolak globalisasi dan modernisasi. Semboyan ini menjadi pengingat bahwa meskipun kita memiliki latar belakang, keyakinan, dan tradisi yang berbeda, kita semua adalah satu bangsa dengan tujuan yang sama: membangun Indonesia yang maju, adil, dan sejahtera.
Tantangan dan Upaya Menjaga Persatuan Bangsa
Di era modern, terdapat berbagai tantangan yang dapat mengancam persatuan bangsa, seperti:
- Penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian: Hal ini dapat memicu perpecahan dan konflik antar kelompok masyarakat.
- Politik identitas: Penggunaan identitas agama, suku, dan ras untuk kepentingan politik dapat memecah belah bangsa.
- Globalisasi dan modernisasi: Dampak budaya asing yang tidak tersaring dengan baik dapat mengikis nilai-nilai luhur bangsa.
Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk menjaga persatuan bangsa, di antaranya:
- Meningkatkan literasi masyarakat: Masyarakat perlu dibekali pengetahuan dan kemampuan untuk memilah informasi yang benar dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial.
- Mempromosikan pendidikan toleransi dan kebangsaan: Pendidikan karakter yang menanamkan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan cinta tanah air perlu diintensifkan sejak dini.
- Memperkuat penegakan hukum: Tindakan yang dapat memecah belah bangsa, seperti penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian, perlu ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku.
- Melestarikan budaya bangsa: Kekayaan budaya bangsa perlu dilestarikan dan ditanamkan kepada generasi muda agar mereka memiliki rasa cinta tanah air dan identitas nasional yang kuat.
Penutup: Menjalin Persatuan dalam Bingkai Bhinneka Tunggal Ika
Memahami makna Bhinneka Tunggal Ika dalam Kitab Sutasoma menjadi landasan penting untuk menjaga persatuan bangsa. Semboyan ini bukan hanya slogan kosong, tetapi mengandung filosofi mendalam tentang keberagaman dalam kesatuan. Di tengah berbagai tantangan di era modern, kita perlu bersatu padu untuk menjaga keutuhan bangsa dan membangun Indonesia yang lebih maju, adil, dan sejahtera.