Tanggap Atasi Bencana, Indonesia Harus Belajar dari Negara Berikut Ini !!!
Bencana alam memang merupakan takdir Tuhan yang sulit diprediksi, namun kita masih bisa mencegah dampak yang terjadi agar tidak terlalu banyak menelan korban jiwa. Upaya-upaya yang harus dilakukan oleh berbagai pihak terkait dalam penanggulangan bencana alam juga harus profesional dan cepat tanggap. Karena, sedikit kelalaian saja bisa berakibat fatal dan korban akan semakin banyak yang berjatuhan. Oleh karena itu, berikut ini beberapa negara yang perlu di contoh dan dipelajari kehebatannya dalam menghadapi serta mengatasi bencana yang terjadi secara tiba-tiba.
Jepang.
Jepang adalah salah satu negara yang berada di lingkaran api, dengan titik gempa yang tersebar hampir di semua wilayahnya. Akan tetapi, Jepang yang menyadari posisinyan tersebut akhirnya melakukan upaya untuk mencegah korban jiwa serta kerusakan materi. Pemerintah Jepang membuat standar konstruksi bangunan tahan gempa yang selalu mereka revisi dan tinjau ulang secara berkala.
Tidak cuma mengandalkan teknologi saja, mereka juga membekali setiap warganya dengan keterampilan survival yang cukup baik, hal tersebut dilakukan agar warga tidak panik saat gempa terjadi.
Chile.
Chile merupakan salah satu negara yang memiliki infrastruktur sistem penanganan bencana paling efektif di dunia. Hal itu dikarenakan negara ini memiliki kode etik bangunan tahan gempa yang ketat, simulasi evakuasi, dan yang paling penting adalah persiapan dalam menghadapi keadaan darurat. Melansir dari The Guardian, saat gelombang tsunami setinggi 4,5 meter datang menerjang Coquimbo pada tanggal 16 September 2010. Lingkungan yang menjadi tempat tinggal para nelayan hancur disapu gelombang dan sekitar 200 perahu hancur.
Coquimbo dihuni sekitar 150.000 orang penduduk, namun hanya 13 orang yang meninggal dunia saat peristiwa tersebut terjadi. Sembilan diantaranya penduduk Coquimbo dan Empat orang lainnya merupakan penduduk dari wilayah lain di Chile.
Gempa berkekuatan 8,4 Magnitudo tersebut hanya menewaskan 13 orang. Namun di belahan dunia lain seperti Indonesia, Nepal, Haiti menewaskan begitu banyak orang padahal gempa dengan magnitudo yang lebih kecil?
“Chile Prepares”.
Ricardo Toro, Seorang mantan Jenderal Angkatan Darat yang menangani Badan Bantuan Bencana Chile, ONEMI mengatakan bahwa mereka memiliki skema penanganan yang disebut “ Chile Prepares “. “ Bagian utama yang paling penting adalah latihan evakuasi. Setiap tahun kami menjalankan minimal enam sampai tujuh evakuasi di semua wilayah” Ujar Toro. Latihan evakuasi tersebut dilakukan selama berjam-jam dan diikuti sekitar satu juta orang untuk mempersiapkan apabila terjadi bencana besar.
Dalam hal ini, Toro sangat memahami karakteristik gempa besar. Di bawah komando Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ia pernah ditempatkan di Port au Prince, Haiti, saat gempa bermagnitudo 7,7 menghancurkan kota tersebut pada tahun 2010.
Ribuan bangunan yang dirancang dengan buruk akhirnya runtuh dan rata dengan tanah. Tim penyelamat dan tim medis dibuat kewalahan saat proses evakuasi korban. Hanya dalam seminggu saja, jumlah korban tewas akibat gempa haiti mencapai 200.000, termasuk istrinya Maria Teresa Dowling. Toro juga menambahkan, “Saya pikir Haiti adalah permulaan. Tim penyelamat yang tiba tidak bisa terkoordinasi. Mereka justru lebih mengkhawatirkan keberadaan media untuk mendapatkan perhatian. Sekarang semua prosedur lebih profesional, dengan protokol. Karena dalam sebuah bencana, improvisasi adalah hal terburuk,”
Seorang pejabat urusan kemanusiaan PBB, Christophe Schmachtel, mengaku, dirinya tidak pernah membayangkan akan mendapatkan pelatihan evakuasi seperti ini. Ketika gempa melanda Chile pada 2010, ia sempat kebingungan ke mana harus menghubungi otoritas yang berwenang. Ia mengatakan bahwa caranya untuk berkomunikasi dengan komunitas Internasional hanya dengan menonton televisi dan melapor ke PBB. Dan ia harus menunggu dua sampai tiga hari untuk mendapatkan informasi resmi. Hal tersebut dikarenakan, Pemerintah Chile tidak memiliki banyak informasi terhadap komunitas internasional yang bertugas untuk menangani persoalan seperti ini.
Tanggap Darurat Chile Yang Patut Dicontoh.
Namun kini semuanya sudah berubah, saat terjadi gempa bumi sistem peringatan yang baru telah digunakan untuk memperingatkan kepada para penduduk. Beberapa menit setelah gempa terjadi, sirine yang ada di pusat kota Coquimbo dan daerah pantai akan berbunyi keras. Saat itulah Ambulans berkonvoi, begitu juga pemadam kebakaran dan Aparat kepolisian bergegas untuk mempercepat upaya evakuasi. Mereka menggunakan telepon seluler untuk mengirimkan pesan singkat ke seluruh warga memberitahu peringatan tsunami, dan mendesak warga untuk segera meninggalkan daerah pesisir.
Karena hal tersebut, di Chile mulai diberlakukan aturan ketat yaitu sistem pembangunan gedung tahan gempa yang mengharuskan setiap bangunan harus bisa bertahan terhadap guncangan magnitudo 9. Meski setelah gempa terjadi bangunan tersebut retak, miring, dan bahkan dinyatakan tidak layak lagi untuk digunakan di kemudian hari, tetapi tidak boleh runtuh saat gempa terjadi.
Schamatel juga mengatakan, protokol tangap darurat di Chile mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak terjadinya gempa dengan magnitudo 8,8 mengguncang wilayah itu pada bulan Februari 2010. Lebih dari 500 orang telah meninggal dunia dan jaringan komunikasi rusak parah sehingga tidak ada lagi cara untuk berkomunikasi dengan pejabat di Santiago. Selain itu, pemerintah yang tidak membunyikan sirene pertanda tsunami akhirnya menyebabkan puluhan warga yang berada di sekitar pantai tersapu bersih.
Meksiko.
Sama seperti Chile, Negara yang berada di kawasan Amerika Tengah ini juga pernah dilanda gempa besar yang menewaskan hinga puluhan ribu orang pada tahun 1985. Belajar dari peristiwa tersebut mereka juga akhirnya menggunakan alarm pendeteksi pergerakan seismik untuk memberi waktu selama 50-86 detik bagi warganya untuk menyelamatkan diri. Selain alarm pemerintah juga memberikan pesan melalui posel untuk memberi peringatan.
Mereka juga sudah membuat aturan standar konstruksi bangunan dan infrastruktur, serta sistem penanganan pasca bencana. Mereka berusaha untuk mengakomodasi orang-orang yang paling membutuhkan bantuan dengan prioritas yang sudah diatur, kaum marginal harus diprioritaskan.
Amerika Serikat.
Sebagai Negara Adidaya dengan wilayah yang cukup luas dan memiliki karakter wilayah yang beragam, Amerika juga kerap kali diterpa oleh bencana alam. Bahkan bukan hanya gempa bumi, tapi juga angin dan badai yang luar biasa besarnya.
Untuk menghadapi bencana-bencana tersebut, Amerika Serikat selalu memberi peringatan awal kepada warganya melalui alarm dan broadcat saat bencana terjadi agar warga memiliki waktu untuk menyelamatkan diri. Warga yang berada di lokasi rawan bencana juga sudah dibekali dengan bunker di rumah dan bangunan penting yang lainnya.
Selandia Baru.
Jika negara-negara lain lebih fokus pada keselamatan warganya, berbeda dengan Slandia Baru yang membangun bunker untuk para pekerja pemerintahan. Hal tersebut dilakukan agar para pekerja pemerintahan tersebut tetap dapat menjalankan tugasnya untuk kepentingan warga. Mereka tidak mau pemerintah lumpuh selama bencana terjadi.
Karena tidak bisa diprediksi, kita tidak akan pernah tahu kapan bencana alam itu akan datang. Namun, dampak buruk yang akan ditimbulkan bisa diminimalisasi dengan upaya-upaya pemerintah untuk menyelamatkan warganya. Melakukan Latihan, evakuasi, penanganan tanggap darurat dengan pesan singkat atau broadcast yang dikirim melalui ponsel, serta membekali setiap warga dengan pengetahuan dan kemampuan bertahan saat terjadi bencana.