Terakurat – Warisan Terakhir Stephen Hawking – Sebelum tutup usia, fisikawan Stephen Hawking telah menulis makalah di studi terakhirnya. Stephen Hawking meninggalkan warisan yang sangat berguna bagi ilmuan lain. Berikut ini warisan terakhir Stephen Hawking yang kontroversional!
Warisan Terakhir Stephen Hawking yang Kontroversional
Dua minggu setelah kematiannya, Stephen Hawking menyerahkan makalah penelitian yang membahas tetang bagaimana kita dapat mendeteksi alam semesta dan mengungkapkan bagaimana cara mendeteksi bukti dari hipotesis ‘multiverse’ yang disebut-sebut dapat memprediksi akhir dari dunia.
“Multiverse” atau “Multiversum” adalah hipotesis berupa kemungkinan ada beberapa kumpulan alam semesta yang termasuk alam semesta tempat kita tinggal. Bersamaan dengan alam semesta ini terdiri dari segala hal dan sesuatu yang ada mulai dari keseluruhan ruang, waktu, materi, energi dan hukum fisika serta konstanta yang menggambarkannya.
Singkatnya, bahwa alam semesta kita tak hanya satu saja, melainkan banyak lainnya diluar sana yang disebakan oleh ledakan dahsyat atau “Big Bang”. Alam semesta lain yang bermacam-macam di dalam multiversum disebut juga sebagai “Alam semesta pararel”, atau “Alam semesta alternatif”.
Sedangkan hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan diteliti.
Makalah tersebut membahas gagasan bahwa kita dapat mengatur alam semesta lainnya hanya dengan menggunakan detektor pada pesawat luar angkasa.
Jika bukti ini telah ditemukan semasa hidup Stephen Hawking, mungkin ia telah meraih hadiah Nobel, sesuatu yang belum pernah ia capai. Makalah studi tersebut disusun oleh Profesor Hawking bersama dengan Thomas Hertog, Fisikawan dari Universitas Leuven di Belgia.
Thomas Hertog yang turut serta menulis makalah tersebut bersama Stephen Hawking berjudul ‘A Smooth Exit from Eternal Inflation?’ mengatakan kepada Sunday Times, “Dia sering dinominasikan untuk Nobel dan seharusnya memenangkannya. Sekarang dia tidak pernah akan bisa.”
Makalah tersebut akhirnya diserahkan untuk dipublikasikan, dan saat ini sedang di kaji oleh sekelompok ilmuan lain. Kamu dapat mengunduhnya dalam format PFD di bagian bawah artikel ini.
Makalah ini menggali gagasan bahwa manusia hidup di lingkungan multiverse, yang menyatakan bahwa alam semesta kita hanyalah saatu dari banyaknya alam semesta lain. Penjelasan pada makalah studi ini juga menunjukan bahwa jejak keberadaan alam semesta lain dapat terdeteksi oleh radiasi latar belakang gelomang mikro kosmis.
Sekedar mengingat kembali, dalam kosmologi radiasi latar belakang gelombang mikro kosmis sendiri merupakan sebuah radiasi thermal yang mengisi alam semesta teramati hampir secara seragam.
Radiasi ini dijelaskan sebagai radiasi yang tersisa dari tahap awal perkembangan alam semesta. Pada saat alam semesta masih muda, sebelum pembentukan bintang dan planet, alam semesta berukuran lebih kecil, lebih panas dan terisi dengan nyala seragam dari kabut plasma hidrogen putih-panas. Ketika alam semesta mengembang, plasma dan radiasi yang mengisinya mendingin.
Ketika alam semesta sudah cukup dingin, proton dan elektron dapat membentuk atom netral. Atom tersebut tak lagi dapat menyerap radiasi thermal, dan alam semesta menjadi transparan daripada berkabut.
Kosmolog menyebut masa pembentukan netral pertama kali sebagai masa rekombinasi. Sementara itu, sebuah kertas berisi penelitian Stephen Hawking pada tahun 1983, menjelaskan bagaimana alam semesta terbentuk.
Teori tersebut juga menjelaskan bahwa Big Bang juga menciptakan jumlah alam semesta yang tak terbatas. Ledakan masing-masing menghasilkan alam semesta mereka sendiri. Teori inflasi ini yaitu bahwa alam semesta berkembang secar eksponensial sebelum akhirnya mendekati yang lebih lambat, tak mungkin hal tersebut di uji.
“Ini adalah teori tentang Big Bang. Sebuah versi revisi dari model Big Bang ‘tanpa batas’ yang digagas Hawking dan rekannya, James Hartle, pada tahun 1983,” kata Hertog seperti dilansir IFLScience. Teori itu menunjukkan Big Bang alam semesta kita berdampingan dengan Big Bang dari alam semesta lainnya.
“Secara bertahap kami menyadari bahwa model tersebut tidak menggambarkan adanya satu alam semesta, melainkan ada banyak alam semesta,” kata Hertog. “Ahli kosmologi menyebutnya multiverse, kumpulan alam semesta secara paralel.”
“Hawking tidak puas dengan kenyataan yang ada saat ini. ‘Mari kita coba mengkaji multiverse’, katanya pada saya setahun yang lalu. Jadi, kami sejak saat itu mulai mencoba mengembangkan metode untuk mengubah gagasan multiverse menjadi kerangka ilmiah yang dapat diuji secara koheren.”
Menurut makalah mereka, manusia mungkin bisa saja mendeteksi sisa-sisa Big Bang dari alam semesta lainya dalam gelombang gravitasi yang dipancarkan dari Big Bang.
Sementara gagasan tentang multiverse hingga saat ini masih hangat diperdebatkan, model penelitian Stephen Hawing dan Hertog menunjukan bahwa kita dapat menemukan bukti yang lebih kuat untuk keberadaan alam semesta lainnya di lingkungan kita sendiri.
Makalah ini masih bisa ditinjau ulang, jadi masih belum bisa menganalisisnya. Hal ini juga termasuk prediksi Hawking, informasi yang dapat dipancarkan oleh lubang hitam atau Blackhole.
Dalam bukunya yang berjudul, A Brief History of Time, masih menjadi salah satu buku sains yang paling populer sepanjang masa. Bahkan setelah kematiannya, ia masih membuat gelombang dunia dalam sains seperti pada penelitian multiverse.
Penelitian terhadap alam semesta memang selalu mengasilkan sesuatu yang menarik untuk dikaji. Sudah menjadi takdir manusia untuk selalu mencari tahu. Hertog mengklaim ahwa ia dan Hawking ingin mengamil gagasan tentang multiverse dan mengubahnya menjadi kerangka ilmah yang dapat di uji.
Penelitian juga menunjukan bahwa keberadaan Bumi akan memudar ke dalam kegelapan saat Matahari kehabisan energi. Gagasan Bumi menjadi gelap tetap kontroversional dengan ahli kosmologi, termasuk Profesor Neil Turok, direktur Insitut Perimeter Kanada.
Namun disisi lain, beberapa ilmuan telah menyimpulkan bahwa karya Hawking bisa menjadi terobosan yang dibutuhkan untuk kosmologi. Penelitian tersebut dikatakan sebagai terobosan, karena penelitian tersebut adalah teori pertama yang bisa di uji.
Carlos Frenk, seorang profesor kosmologi sepakat bahwa sebelumnya tidak mungkin untuk mengukur alam semesta lainnya. Ia berkata bahwa “Gagasan yang menarik dari Hawking adalah bahwa multiverse meninggalkan jejaknya pada radiasi latar yang menembus alam semesta kita dan kita dapat mengukurnya dengan detektor pada pesawat ruang angkasa”. Frenk berpendapat bahwa menemukan bukti alam semesta lainnya benar-benar dapat menguah presepsi kita tentang tempat kita di alam semesta.
Profesor Stephen Hawking menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 14 Maret 2018 di usia 76 tahun. Ia telah berjuang melawan penyakit Neuron Motorik (MND) sepanjang hidupnya, tetapi secara aktif ia terus menerbitkan sejumlah makalah ilmiah yang inofatif.
- Pustaka: arxiv.org, PDF, A Smooth Exit from Eternal Inflation? (S. W. Hawking, Thomas Hertog)
- intisari, Inilah Warisan Terakhir Dari Stephen Hawking Yang Kontroversial Bagi Ahli Kosmologi
- wikipedia, Stephen Hawking, Thomas Hertog, Multiverse,