Terakurat – Misteri Terowongan dan Bunker – Melirik Kota Jakarta tempo dulu memang mengundang decak kagum. Kota yang dahulunya pernah diberi nama Batavia ini hingga kini masih menyimpan beberapa misteri yang belum terungkap. Bicara soal Kota Jakarta tempo dulu, memang tidak bisa dilepaskan dari bangunan-bangunan peninggalan Belanda-nya.
Hingga saat ini masih ada beberapa bangunan peningalan berlanda yang masih berdiri kokoh dan ada juga yang sudah terbengkalai. Bangunan yang diyakini masih ada dan tidak terurus adalah terowongan yang menghubungkan Menara Syahbandar dengan Masjid Istiqlal dan Museum Fatahilah. Benarkan masih ada terowongan yang terbengkalai tersebut?
Misteri Terowongan dan Bunker di Bawah Kota Jakarta
Penjara Bawah Tanah di Menara Syahbandar
Menara Syahbandar atau biasa disebut Uitkijk Post ini didirikan pada tahun 1893, lokasinya berada di tepi barat muara Sungai Ciliwung. Menara Syahbandar disebut Uitkijk Post karena menara ini dulunya digunakan untuk memantau seluruh wilayah. Baik dari arah Pelabuhan Sunda Kelapa dan Laut Lepas di Utara maupun ke arah Kota Batavia di sebelah selatannya.
Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan Pariwisata, M. Isa Ansyari menunkukan ruang bawah tanah tersebut. Sebelum dipugar, menara ini juga pernah dijadikan Kantor Komando Sektor Kepolisian (Komseko). Bahkan ruang bawah tanah ini, dahulunya pernah dijadikan sebagai penjara di awal kemerdekaan.
Mereka yang dianggap penjahar karena berulah di pelabuhan, akan ditempatkan di sel bawah tanah ini. Ruang bawah tersebut dijadikan penjara karena pada saat itu belum ada bangunan yang memadai di sekitar pelabuhan.
Terowongan Bawah Tanah antara Menara Syahbandar dan Istiqlal Jakarta
Pemerintah kolonial Belanda diyakini pernah membangun sebuah terowongan tepat di bawah menara Syahbandar. Konon katanya Terowongan tersebut terhubung dengan Benten Fredrik Hendrik yang terletak di Taman Wilhelmina Park Oud Fort. Benteng bawah tersebut kemudian di bongkar dan dibangunlah sebuah masjid yang kini disebut Istiqlal.
Dibawah menara Syahbandar terdapat pintu besi yang merupakan lorong atau terowongan menuju Benteng Frederik dan Hendrik. Di dalam bungker tersebut juga terdapat sebuah pintu besi yang merupakan pintu masuh ke terowongan penghubung ke Stadhuis atau Menara Fatahillah, Jakarta.
Museum Fatahillah yang juga dikenal sebagai Museum Sejarah Jakarta atau Museum Batavia adalah sebuah museum yang terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat dengan luas lebih dari 1.300 meter persegi.
Gedung ini dahulunya adalah Balai Kota yang dibangun pada tahun 1707-1710 atas perintah Gubernur Johan Van Hoorn.
Bangunan terseut serupa dengan Istana Dam di Asterdam yang terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.
Ketika disinggung akan keberadaan ruang bawah tanah yang konon katanya terhubung hingga ke masjid Istiqlal Jakarta Pusat. Menurut Isa petugas Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas pariwisata. Hal itu dibantah dan menurutnya tidak ada terowongan yang menghubungkan Menara Syanbandar dengan Masjid Istiqlal.
“Tak ada itu, menara Syahbandar digunakan untuk pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi benteng pengawas bagi kapal laut yang masuk melalui pesisir utara,” ujar Isa, Kepala Seksi Koleksi dan Perawatan Museum Bahari Unit Pengelolaan (UP) Dinas pariwisata.
Pada awalnya menara Syahbandar hanya memiliki ketinggian 40 meter saja. Pada tahun 1839 didirikan menara baru sebagai pengganti menara yang lama. Menara ini kemudian direnovasi bersamaan dengan pemugaran bangunan gudang-gudang yang dijadikan Museum Bahari.
Ruangan yang memiliki lebar 8 meter dan panjang 10 meter ini didalmnya terdapat tempat duduk yang ditembik setinggi setengah meter dengan luas 5×5 meter. Sekarang ininya hana sebuah lampu neon yang menyala di pojok ruangan.
Kabar perihal adanya terowongan menara Syahbandar tersebut hingga kini masih simpang siur. Ada yang meyakini keberadaannya, namun ada juga yang tidak percaya.
Terowongan dan Bunker dibawah Stasiun Tanjung Priok
Stasiun Tanjung Priok dibangun pada tahun 1914 pada masa kolonial belanda yang pada saat itu dipimpin oleh Eidenberg, dan diresmikan pada tanggal 6 April 1925.
Kemudian dimulailah pembangunan kereta rel listri (KRL) pertama dengan rute Stasiun Tanjung Priok ke Stasiun Jakarta Kota.
Pada saat itu, stasiun ini merupakan pintu gerbang Jakarta bagian utara sebagai tempat singgah sementara karena ramainya kedatangan para tamu dari eropa yang baru saja tiba di Batavia dengan kapal laut yang merapat di Tanjung Priok.
Dilantai dua stasiun terdapat kamar-kamar, ruangan, bar yang dulunya digunakan oleh para tuan-tuan Belanda yang akan menginap saat mereka masih menunggu jadwal transportasi untuk masuk ke pusat kota Batavia atau sebaliknya. Yaitu menunggu jadwal keberangkatan kapal laut menuju eropa.
Terowongan yang Multifungsi
Stasiun Tanjung Priok dulunya multifungsi, karena terdapat juga ruangan mirip hotel untuk sekedar menginap sementara, atau mirip Hotel transit.
Pada tahun 2000, stasiun ini berhenti beroperasi karena berubahnya manajemen di PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Stasiun yang sempat mendapatkan gelar sebagai Stasiun terbesar di Asia Tenggara ini kemudian beroperasi kemali pada tanggal 28 Maret 2009.
Seiring berjalannya waktu, ternyata terdapat benda bersejarah sejak jaman belanda yang sudah berumur ratusan tahun. Yakni keberadaan bunker yang terdapat di bawah Stasiun Tanjung Priok dengan pipa-pipa di dalamnya. Bentangan pipa tua untuk sistem pengairan, keramik di kedalaman air 50 cm dan tulang yang sudah berwarna kehitaman berhasil ditemukan tim arkeolog dari kantor Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Serang.
“Benda yang kita temukan dalam penggalian di ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok akan dibawa untuk diteliti lebih lanjut. Diperkirakan masih ada ruangan rahasia lainnya yang diharapkan bisa segera terungkap,” jelas Juliadi, tim arkeolog.
Tak hanya situ saja, tim evakuasi bunker juga menemukan 3 ruang bawah tanah yang dipenuhi dengan air dan lumpur.
Awal penggalian bunker dalam kondisi yang menyeramkan dimana ketinggian air hingga sebetis dan dipenuhi lumpur. Selain itu, banyaknya nyamuk yang merajalela diruang bawah tanah. Setelah tim mulai melakukan penggalian kondisinya terlihat makin membaik karena terdapat cahaya dari luar.
“Saya belum bisa memastikan apa yang ada didalam terowongan itu dan air yang berada di ruangan tersebut tergolong jernih dan tidak mengeluarkan aroma yang tidak sedap,”. Ungkap Suedi Ananta, tim arkeolog yang ikut melibatkan 9 tukang bangunan untuk membantu proses penggalian.
Misteri Terowongan dan Bunker di Stasiun Tanjung Priok
Serangkaian misteri seputar bunker yang terdapat di Stasiun Tanjung Priok masih belum terpecahkan karena membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar untuk menguaknya.
“Ada info terowongan ini menuju pulau Onrust, museum fatahillah dan sebagainya namun masih belum pasti karena perlu bukti yang nyata,” tutur Isroyadi, Kepala Stasiun Tanjung Priok.
Selain bunker, di Stasiun Tanjung Priok juga terdapat WC VVIP yang masih dipertahankan ornamen dan perlengkapanya.
Sementara itu, rasa penasaran tim arkeolog makin diuji terkait dengan penemuan terowongan berukuran kecil yang berada di ruang bawah tanah Stasiun Tanjung Priok.
Maka pantaslah Stasiun Kereta Api Tanjung Priok menjadi salah satu obyek wisata andalan Jakarta Utara yang terangkum dalam 12 jalur wisata pesisir karena serangkaian misteri peninggalan zaman Belanda masih menyelimuti lokasi tersebut.
Diharapkan penemuan ini bisa menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung bisa menarik minat wisatawan lokal maupun mancanegara untuk berkunjung.